Ditulis Oleh : Achmad Nurcholis (Mahasiswa Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Politik merupakan wacana yang akan terus berkembang seiring berkembangnya peradaban manusia. Eksistensi politik, mutlak sebagai kebutuhan hidup manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, politic is the good life (politik adalah sebuah kebaikan hidup). Dan kebaikan hidup tentu menjadi kebutuhan manusia sepanjang masa. Jika politik tidak ada, maka dunia akan menjadi kacau. Dan jika politik ada, maka dunia akan damai. Kira-kira seperti itulah aktualisasi politic is the good life. Maksud Aristo dalam ungkapan ini sebetulnya ingin menyampaikan kepada kita bahwa politik hadir sebagai mekanisme yang menuntun arah hidup manusia. Karena setiap manusia memiliki hasrat untuk saling menguasai (zoon politicon), maka diperlukan arena untuk mengakomodirnya, yang di dalamnya mengatur berbagai aturan main. Sehingga ambisi berkuasa antar individu dapat dilembagakan secara efisien dan proporsional. Di sinilah politik hadir.
Kini politik sudah semakin berkembang. Lembaga-lembaga politik muncul mewarnai kehidupan manusia di zaman modern. Bahkan pembagian kekuasaan sebagai mekanisme kontrol lahir dalam institusi-institusi yang paling canggih. Kelahirannya tidak terlepas dari sumbangsih para filsuf yangconcern terhadap pembentukan formulasi check and balance yang komperehensif dalam arena politik. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah formula yang di kemudian hari lahir sebagai segmentasi pemisahan kekuasaan sekaligus sebagai controlling cyrcle. Ketiganya saling melengkapi dan saling memberikan kontrol. Ketiga lembaga ini kelak menjadi ciri dari sebuah negara modern. Dari pengertian poitik yang sudah dipaparkan tersebut, dengan bentuknya yang sangat ideal, apakah itu benar-benar faktual dalam kehidupan kita sekarang ini?
Untuk menjawabnya, saya tidak perlu bertanya lagi kepada seorang teman. Mungkin kita memiliki jawaban yang sama atas pertanyaan tersebut. Skeptisme terhadap politik adalah jawaban mayoritas bagi kebanyakan orang. Kita memandang sebelah mata terhadap kehidupan politik kita. Disadari atau tidak disadari, politik bagi kebanyakan orang dan kita khususnya, dirasakan sebagai hal paling memuakkan. Berbicara politik maka kita tak jauh dari perbincangan soal korupsi, konflik, dan ruah riuh elit. Jika begini adanya, untuk apa kita mengenal politik. Politik seolah-olah mahluk yang ditakdirkan buruk rupa, bau, dan sampah. Bagaimana seharusnya kita memandang politik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut pun, saya juga tidak perlu menanyakannya kepada elit atau petinggi partai. Jika bertanya kepada mereka, saya sudah tahu apa yang akan mereka katakan. Mereka pasti akan berkata: memandang politik, berati kita memandang masyarakat secara paripurna. Masyarakat adalah entitas yang mesti diperjuangkan, mesti dibela, mesti dipenuhi hak-hak dasarnya. Mereka adalah bagian dari sebuah bangsa, dan politik ada untuk itu semua. Untuk sebuah bangsa yang sejahtera. Jika itu juntrungnya, lalu mengapa kita tak kunjung sejahtera?
Inilah pertanyaan paling penting dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya menyangkut politik. Karena muara politik adalah soal kesejahteraan; distribusi yang merata. Berbicara kesejahteraan berarti kita berbicara tentang esensi hidup. Hidup bukan hanya soal lahir dan turun ke bumi. Tapi hidup juga adalah soal bagaimana bertahan. Dan kita akan dapat bertahan pabila kita dapat makan dan minum. Jika kedua kebutuhan primer itu terpenuhi, berarti kita sejahtera. Itulah parameter paling sederhana dari hidup “sejahtera”. Selanjutnya, sudahkah negara menyejahterakan kita?
Politik merupakan wacana yang akan terus berkembang seiring berkembangnya peradaban manusia. Eksistensi politik, mutlak sebagai kebutuhan hidup manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, politic is the good life (politik adalah sebuah kebaikan hidup). Dan kebaikan hidup tentu menjadi kebutuhan manusia sepanjang masa. Jika politik tidak ada, maka dunia akan menjadi kacau. Dan jika politik ada, maka dunia akan damai. Kira-kira seperti itulah aktualisasi politic is the good life. Maksud Aristo dalam ungkapan ini sebetulnya ingin menyampaikan kepada kita bahwa politik hadir sebagai mekanisme yang menuntun arah hidup manusia. Karena setiap manusia memiliki hasrat untuk saling menguasai (zoon politicon), maka diperlukan arena untuk mengakomodirnya, yang di dalamnya mengatur berbagai aturan main. Sehingga ambisi berkuasa antar individu dapat dilembagakan secara efisien dan proporsional. Di sinilah politik hadir.
Kini politik sudah semakin berkembang. Lembaga-lembaga politik muncul mewarnai kehidupan manusia di zaman modern. Bahkan pembagian kekuasaan sebagai mekanisme kontrol lahir dalam institusi-institusi yang paling canggih. Kelahirannya tidak terlepas dari sumbangsih para filsuf yangconcern terhadap pembentukan formulasi check and balance yang komperehensif dalam arena politik. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah formula yang di kemudian hari lahir sebagai segmentasi pemisahan kekuasaan sekaligus sebagai controlling cyrcle. Ketiganya saling melengkapi dan saling memberikan kontrol. Ketiga lembaga ini kelak menjadi ciri dari sebuah negara modern. Dari pengertian poitik yang sudah dipaparkan tersebut, dengan bentuknya yang sangat ideal, apakah itu benar-benar faktual dalam kehidupan kita sekarang ini?
Untuk menjawabnya, saya tidak perlu bertanya lagi kepada seorang teman. Mungkin kita memiliki jawaban yang sama atas pertanyaan tersebut. Skeptisme terhadap politik adalah jawaban mayoritas bagi kebanyakan orang. Kita memandang sebelah mata terhadap kehidupan politik kita. Disadari atau tidak disadari, politik bagi kebanyakan orang dan kita khususnya, dirasakan sebagai hal paling memuakkan. Berbicara politik maka kita tak jauh dari perbincangan soal korupsi, konflik, dan ruah riuh elit. Jika begini adanya, untuk apa kita mengenal politik. Politik seolah-olah mahluk yang ditakdirkan buruk rupa, bau, dan sampah. Bagaimana seharusnya kita memandang politik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut pun, saya juga tidak perlu menanyakannya kepada elit atau petinggi partai. Jika bertanya kepada mereka, saya sudah tahu apa yang akan mereka katakan. Mereka pasti akan berkata: memandang politik, berati kita memandang masyarakat secara paripurna. Masyarakat adalah entitas yang mesti diperjuangkan, mesti dibela, mesti dipenuhi hak-hak dasarnya. Mereka adalah bagian dari sebuah bangsa, dan politik ada untuk itu semua. Untuk sebuah bangsa yang sejahtera. Jika itu juntrungnya, lalu mengapa kita tak kunjung sejahtera?
Inilah pertanyaan paling penting dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya menyangkut politik. Karena muara politik adalah soal kesejahteraan; distribusi yang merata. Berbicara kesejahteraan berarti kita berbicara tentang esensi hidup. Hidup bukan hanya soal lahir dan turun ke bumi. Tapi hidup juga adalah soal bagaimana bertahan. Dan kita akan dapat bertahan pabila kita dapat makan dan minum. Jika kedua kebutuhan primer itu terpenuhi, berarti kita sejahtera. Itulah parameter paling sederhana dari hidup “sejahtera”. Selanjutnya, sudahkah negara menyejahterakan kita?