Ditulis Oleh : Hendra Sunandar (Mahasiswa Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Bagi kalangan akademisi, tentu siapa yang tidak kenal sosok Maurice Duverger ? professor Sosiologi Politik pada Fakultas Hukum dan Ekonomi Universitas Paris tersebut telah menuliskan banyak buku yang semakin melengkapi khazanah ilmu sosial dewasa ini. Banyak buku yang sudah diterbitkan ke beberapa bahasa, diantaranya adalah buku Sociologie Politique. Atau dalam terbitan bahasa inggris berjudul The Study of Politics, dalam bahasa Indonesia berjudul Sosiologi Politik.
Duverger adalah ilmuan yang bisa dikatakan cukup berani dalam mengemukakan argument ekstremnya. Salah satu yang kontroversi adalah pendapat dia bahwa studi sosiologi politik pada dasarnya adalah sama dengan studi ilmu politik. Mengapa demikian? Saya akan mencoba membahas sekaligus sedikit memberikan counter pada argument tersebut.
Dalam kehidupan intelektual di eropa, khususnya di Prancis, studi sosiologi politik telah dianggap sama saja dengan studi ilmu politik dan tidak lebih luas dari itu. Sebagaimana yang tetera dalam karyanya yang berjudul Socioloqie Politique, dalam bab pendahuluan dijelaskan bahwa sosiologi politik dan ilmu politik adalah sinonim dan sudah mendapat pengakuan di Perancis sebagai cabang dari sosiologi. Pendapat Duverger tersebut bukan tanpa alasan, menurutya, kunci dari pandangannya itu terletak pada konsepnya tentang politik. bagi Duverger, politik adalah masalah kekuasaan. Menurut dia, kekuasaan adalah seluruh jaringan hubungan yang telah mempunyai model atau pola yang mengandung sifat otoritas. Kekuasaan menurut Duverger erat kaitannya dengan hubungan. Kekuasaan dalam arti hubungan mengandung otoritas mempengaruhi kehidupan politik baik dalam bentuk negara ataupun komunitas.
Menurut Duverger ada dua pengaruh yang di timbulkan dari kekuasaan. Pertama bilamana orang melihat politik pada dasarnya sebagai arena pertarungan. Kekuasaan dijadikan objek dalam merebut dan mempertahankan. Disamping itu ada pula yang menentang dan ingin merebut kekuasaan untuk tujuan yang sama. Dalam hal ini kekuasaan adalah biang konflik. Kedua bilamana orang menganggap politik sebagai upaya untuk menegakan keadilan danketertiban.dalam hal ini politik sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum. Melalui paradigma ini kekuasaan memainkan peranan integratif dan meindungi kepentingnan bersama.
Kedua dimensi tersebut selalu muncul dalam kehidupan politik, memang seperti itu lah tergambarkan dalam suasana kontraditif dan ambivalen. Dalam bukunya Duverger mengumpamakan kedua dimensi tersebut sebagai Dewa Janus yang bermuka dua. Dewa Janus adalah dewa di zaman Romawi kuno yang mempunyai muka yang menghadap kearah yan berlawanan, sebagaimana dalam suasana kontradktif dan ambivalen. Jadi politik yang seperti itu lahyang dipahami oleh Duverger. Tidak lain dan tidak bukan adalah kekuasaan. Jadi menurutnya ilmu politik adalah ilmu kekuasaan. Selain itu menurutnya pendekatan sosiologi dipandang sebagai sesuatu yg rill dalam ilmu sosial. Jadi Duverger mengklaim bahwa llmu kekuasaan yang dilihat dari sudut pandang sosiologis sebagai sosiologi politik dan itu sama saja dengan studi ilmu politik, tidak kurang dan tidak lebih.
Orang boleh setuju dan boleh tidak tentang pandangan tersebut, namun pandangan Duverger tersebut telah membuat kalangan akademisi yang menggeluti ilmu poltik menentang keras. Karena pandangan Duverger tersebut telah dianggap mempersempit ruang kajian ilmu politik yang seharusnya sebagai disiplin ilmu yang tersendiri. Saya pun termasuk orang yang menolak pandangan Duverger tersebut. Klaim yang dilakukan Duverger tentang kekuasaan jelas tidak memiliki landasan yang dapat menguatkan argumennya tersebut.
Ilmu politik bukan hanya mengkaji tentang kekuasaan yang sebagaimana Duverger maksudkan. Dewa Janus yang di kumandangkan Duverger sebagai manifestasi dari kekuasaan jelas tidak memberikan arahan yan kuat. Selain dua dimensi yang dijelaskan oleh Duverger tersebut, kekuasaan erat kaitannya juga dengan sosial contract. Kontrak sosial yang telah dirumuskan oleh beberapa diantaranya Hobbes, Rousseau, Locke telah mewarnai unsur baru tentang kekuasaan. Meskipun kontrak sosial dari pandangan tokoh tersebut memiliki point yang berbeda-beda. Kontrak sosial juga dibutuhkan dalam menjalin hubungan antara penguasa dan rakyat. Karena negara yang di sokong oleh kemauan bersama akan membebaskan manusia dari ikatan keinginan, nafsu, dan naluri yang mengecamnya. Dua dimensi kekuasaan dalam pandangan Duverger telah mengabaikan hal ini, jadi menurutnya kekuasaan hanya menyangkut hal baik dan buruk, dan tidak memperhatikan sosial contract didalamnya.
Kontrak sosial juga dapat mempengaruhi kekuasaan itu sendiri. Sehingga penguasa tidak bisa sewenang-wenang menindas rakyat sebagaimana dimensi pertama dalam pandangan Duverger tentang kekuasaan tersebut. dan dengan adanya kontrak sosial hubungan masyarakat dengan penguasa telah memberikan keseimbangan dan kesepakatan, jadi dengan adanya kontrak sosial, dua dimensi kekuasaan dalam pandangan Duverger tersebut mengalami pengaburan.
Selain itu, politik yang dipandang Duverger sebagai ilmu kekuasaan juga tidak memiliki argument yang kuat. Karena kalau politik hanya dipandang sebagai ilmu kekuasaan tentu ini akan mengabaikan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan. Contohnya adalah politik yang juga menyangkut masalah ekonomi. Bagaimana kekuatan ekonomi juga mempengaruhi kekuatan politik, apalagi bila menyangkut kekuatan politik internasional yang mengkaji pola hubungan antar negara.
Pandangan Duverger yang menyamakan Sosiologi Politik dengan Ilmu Politik jelas tidak bisa diterima karena akan mempersempit kajian ilmu politik yang memiliki cakupan luas. Ilmu politik sebagai disiplin tersendiri juga bisa dipandang melalui sisi ekonomi, psikologi, antopologi serta sosiologi sekalipun. Kalaupun politik yang dipandang dari aspek masyarakat bisa saja dipandang sebagai kesatuan sosiologi politik, karena mengkolaborasikan tentang bagaimana strategi mencapai kekuasaan yang dikorelasikan dengan pola perilaku masyarakat. Jadi pandangan Duverger yang menyamakan ilmu politik dengan sosiologi politik jelas tidak memiliki landasan kuat.
Meskipun begitu, karya Duverger, Sociologie Politique telah memberikan kontribusi khazanah keilmuan yang baik dalam menjelaskan kolerasi antara kekuasaan dengan pola perilaku di masyarakat. Termasuk didalamnya membicarakan struktur politik, faktor yang menyebabkan antagonisme politik dan yang terakhir adalah Duverger mampu menjelaskan bagaimana mengubah suasana antagonisme politk menuju suasana yang terintegrasi didalam masyarakat.
Bagi kalangan akademisi, tentu siapa yang tidak kenal sosok Maurice Duverger ? professor Sosiologi Politik pada Fakultas Hukum dan Ekonomi Universitas Paris tersebut telah menuliskan banyak buku yang semakin melengkapi khazanah ilmu sosial dewasa ini. Banyak buku yang sudah diterbitkan ke beberapa bahasa, diantaranya adalah buku Sociologie Politique. Atau dalam terbitan bahasa inggris berjudul The Study of Politics, dalam bahasa Indonesia berjudul Sosiologi Politik.
Duverger adalah ilmuan yang bisa dikatakan cukup berani dalam mengemukakan argument ekstremnya. Salah satu yang kontroversi adalah pendapat dia bahwa studi sosiologi politik pada dasarnya adalah sama dengan studi ilmu politik. Mengapa demikian? Saya akan mencoba membahas sekaligus sedikit memberikan counter pada argument tersebut.
Dalam kehidupan intelektual di eropa, khususnya di Prancis, studi sosiologi politik telah dianggap sama saja dengan studi ilmu politik dan tidak lebih luas dari itu. Sebagaimana yang tetera dalam karyanya yang berjudul Socioloqie Politique, dalam bab pendahuluan dijelaskan bahwa sosiologi politik dan ilmu politik adalah sinonim dan sudah mendapat pengakuan di Perancis sebagai cabang dari sosiologi. Pendapat Duverger tersebut bukan tanpa alasan, menurutya, kunci dari pandangannya itu terletak pada konsepnya tentang politik. bagi Duverger, politik adalah masalah kekuasaan. Menurut dia, kekuasaan adalah seluruh jaringan hubungan yang telah mempunyai model atau pola yang mengandung sifat otoritas. Kekuasaan menurut Duverger erat kaitannya dengan hubungan. Kekuasaan dalam arti hubungan mengandung otoritas mempengaruhi kehidupan politik baik dalam bentuk negara ataupun komunitas.
Menurut Duverger ada dua pengaruh yang di timbulkan dari kekuasaan. Pertama bilamana orang melihat politik pada dasarnya sebagai arena pertarungan. Kekuasaan dijadikan objek dalam merebut dan mempertahankan. Disamping itu ada pula yang menentang dan ingin merebut kekuasaan untuk tujuan yang sama. Dalam hal ini kekuasaan adalah biang konflik. Kedua bilamana orang menganggap politik sebagai upaya untuk menegakan keadilan danketertiban.dalam hal ini politik sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum. Melalui paradigma ini kekuasaan memainkan peranan integratif dan meindungi kepentingnan bersama.
Kedua dimensi tersebut selalu muncul dalam kehidupan politik, memang seperti itu lah tergambarkan dalam suasana kontraditif dan ambivalen. Dalam bukunya Duverger mengumpamakan kedua dimensi tersebut sebagai Dewa Janus yang bermuka dua. Dewa Janus adalah dewa di zaman Romawi kuno yang mempunyai muka yang menghadap kearah yan berlawanan, sebagaimana dalam suasana kontradktif dan ambivalen. Jadi politik yang seperti itu lahyang dipahami oleh Duverger. Tidak lain dan tidak bukan adalah kekuasaan. Jadi menurutnya ilmu politik adalah ilmu kekuasaan. Selain itu menurutnya pendekatan sosiologi dipandang sebagai sesuatu yg rill dalam ilmu sosial. Jadi Duverger mengklaim bahwa llmu kekuasaan yang dilihat dari sudut pandang sosiologis sebagai sosiologi politik dan itu sama saja dengan studi ilmu politik, tidak kurang dan tidak lebih.
Orang boleh setuju dan boleh tidak tentang pandangan tersebut, namun pandangan Duverger tersebut telah membuat kalangan akademisi yang menggeluti ilmu poltik menentang keras. Karena pandangan Duverger tersebut telah dianggap mempersempit ruang kajian ilmu politik yang seharusnya sebagai disiplin ilmu yang tersendiri. Saya pun termasuk orang yang menolak pandangan Duverger tersebut. Klaim yang dilakukan Duverger tentang kekuasaan jelas tidak memiliki landasan yang dapat menguatkan argumennya tersebut.
Ilmu politik bukan hanya mengkaji tentang kekuasaan yang sebagaimana Duverger maksudkan. Dewa Janus yang di kumandangkan Duverger sebagai manifestasi dari kekuasaan jelas tidak memberikan arahan yan kuat. Selain dua dimensi yang dijelaskan oleh Duverger tersebut, kekuasaan erat kaitannya juga dengan sosial contract. Kontrak sosial yang telah dirumuskan oleh beberapa diantaranya Hobbes, Rousseau, Locke telah mewarnai unsur baru tentang kekuasaan. Meskipun kontrak sosial dari pandangan tokoh tersebut memiliki point yang berbeda-beda. Kontrak sosial juga dibutuhkan dalam menjalin hubungan antara penguasa dan rakyat. Karena negara yang di sokong oleh kemauan bersama akan membebaskan manusia dari ikatan keinginan, nafsu, dan naluri yang mengecamnya. Dua dimensi kekuasaan dalam pandangan Duverger telah mengabaikan hal ini, jadi menurutnya kekuasaan hanya menyangkut hal baik dan buruk, dan tidak memperhatikan sosial contract didalamnya.
Kontrak sosial juga dapat mempengaruhi kekuasaan itu sendiri. Sehingga penguasa tidak bisa sewenang-wenang menindas rakyat sebagaimana dimensi pertama dalam pandangan Duverger tentang kekuasaan tersebut. dan dengan adanya kontrak sosial hubungan masyarakat dengan penguasa telah memberikan keseimbangan dan kesepakatan, jadi dengan adanya kontrak sosial, dua dimensi kekuasaan dalam pandangan Duverger tersebut mengalami pengaburan.
Selain itu, politik yang dipandang Duverger sebagai ilmu kekuasaan juga tidak memiliki argument yang kuat. Karena kalau politik hanya dipandang sebagai ilmu kekuasaan tentu ini akan mengabaikan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan. Contohnya adalah politik yang juga menyangkut masalah ekonomi. Bagaimana kekuatan ekonomi juga mempengaruhi kekuatan politik, apalagi bila menyangkut kekuatan politik internasional yang mengkaji pola hubungan antar negara.
Pandangan Duverger yang menyamakan Sosiologi Politik dengan Ilmu Politik jelas tidak bisa diterima karena akan mempersempit kajian ilmu politik yang memiliki cakupan luas. Ilmu politik sebagai disiplin tersendiri juga bisa dipandang melalui sisi ekonomi, psikologi, antopologi serta sosiologi sekalipun. Kalaupun politik yang dipandang dari aspek masyarakat bisa saja dipandang sebagai kesatuan sosiologi politik, karena mengkolaborasikan tentang bagaimana strategi mencapai kekuasaan yang dikorelasikan dengan pola perilaku masyarakat. Jadi pandangan Duverger yang menyamakan ilmu politik dengan sosiologi politik jelas tidak memiliki landasan kuat.
Meskipun begitu, karya Duverger, Sociologie Politique telah memberikan kontribusi khazanah keilmuan yang baik dalam menjelaskan kolerasi antara kekuasaan dengan pola perilaku di masyarakat. Termasuk didalamnya membicarakan struktur politik, faktor yang menyebabkan antagonisme politik dan yang terakhir adalah Duverger mampu menjelaskan bagaimana mengubah suasana antagonisme politk menuju suasana yang terintegrasi didalam masyarakat.